Kamis, 10 November 2016

KERANG KIMA :)



Makalah Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan

KONSERVASI KERANG KIMA (Tridacnidae)

            Klasifikasi kerang kima (Tridacnidae) menurut Abbott (1959) dan Abbott & Dance (1982) dalam Rizkevina (2014) urutan klasifikasi dari kima adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Mollusca
Kelas               : Bivalvia
Ordo                : Veneroida
Famili              : Tridacnidae
Genus              : -Tridacna
                          -Hippopus
Spesies            : -Tridacna squamosa Lamarck, 1989
                          -Tridacna gigas Linnaeus, 1758
                          -Tridacna derasa Roding, 1798
                          -Tridacna maxima Roding, 1798
                          -Tridacna crocea Lamarck, 1819

Bagian dorsal merupakan bagian yang berperan untuk membuka dan menutup cangkang bila kerang ini tersentuh oleh suatu rangsangan. Sedangkan bagian depan disebut anterior, yaitu bagian yang berada dimana umbu mengarah kepadanya. Bagian kima yang berlawanan arah dengan anterior disebut bagian posterior (Ulfah, 2016).
Bagian engsel (hinge) merupakan bagian perut (ventral), sedangkan bagian tepi yang menghadap ke atas merupakan bagian punggung (dorsal). Pada bagian perut terdapat lubang tempat keluarnya alat perekat (byssus) yang disebut byssal orifice. Bagian punggung merupakan bagian yang membuka dan menutup jika kima disentuh oleh rangsangan. Kima mempunyai dua macam otot yang menempel pada dinding bagian dalam dari cangkangnya yaitu otot retractor dan aduktor. Otot aduktor merupakan otot yang besar dan kuat, berfungsi sebagai pembuka dan penutup cangkang. Otot retractor bentuknya lebih kecil, berfungsi sebagai penjulur dan penarik kaki. Organ lain seperti hati, ginjal dan alat pencernaan bentuknya sangat sederhana, insang tersusun dari lembaran lamella yang membentuk sisir (Setiawan, 2013).
Bagian luar permukaan cangkang membentuk lekukan dan tonjolan yang tersusun sedemikian rupa, sehingga terbentuklah bangunan seperti kipas. Pada bagian yang menonjol tersebut terdapat lipatan berupa lempengan yang tajam dan tersusun rapi. Bagian engsel (hinge) merupakan bagian ventral, sedangkan bagian tepi yang menghadap ke atas atau bagian yang bebas merupakan dorsal. Pada bagian ventral terdapat sebuah lubang (Gambar 2) yang berfungsi untuk mengeluarkan perekat (bysus), yang disebut sebagai bysal oryfise (Ulfah, 2016).
Kima adalah hewan moluska (bertubuh lunak), Kima biasa juga disebut dengan kerang raksasa (fziant clam). Dinamakan demikian karena pertumbuhan Berdasarkan urutan taksonomi, kerang kima diklasifikasikan kedalam Famili Tridacnidae yang terdiri dari 2 marga yaitu Tridacna dan Hippopus. Marga Tridacna meliputi 7 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari 2 jenis. Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7 spesies kima dapat ditemukan di perairan nusantara. Dua jenis lainnya termasuk enis kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu : Tridacna roswateri dan Tridacna tevoroa dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Rizkevina, 2014).
Kima adalah salah satu kerang dengan bentuk dan ciri yang paling unik di antara semua jenis kerang. Ukuran cangkangnya sangat besar dan berat, sehingga disebut kerang raksasa (giant clams). Mantelnya yang memiliki sistem sirkulasi khusus, menjadi tempat tinggal bagi zooxanthellae, makhluk aneh separuh hewan dan separuh tumbuhan yang berbulu cambuk dari marga Symbidinium. Makhluk bersel tunggal ini, mampu menghasilkan makanannya sendiri, melalui proses fotosintesis dengan memanfaatkan karbondioksida, fosfat dan nitrat yang berasal dari sisa metabolisme kima (Susiana dkk., 2013).
Kerang kima memiliki dua jenis otot yang terletak menempel pada dinding bagian dalam dari cangkangnya, yaitu otot retraktor dan otot aduktor. Otot aduktor adalah otot yang besar dan kuat, berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang apabila kima mendapat gangguan atau tekanan. Otot retraktor yang ukurannya lebih kecil berfungsi sebagai penjulur dan penarik `kaki`. Organ kima lainnya (hati, ginjal dan alat pencernaan) bentuknya masih sangat sederhana. Insang kima tersusun dari lembaran-lembaran berupa lamella yang berbentuk comb, disebut dengan istilah ctenidia. Insang bagian luar disebut demibrant luar, sedangkan insang pada bagian dalam disebut demibrant dalam (Ulfah, 2016).

Jenis-jenis Kerang Kima (Tridacnidae) di Indonesia
Perairan Indonesia merupakan wilayah penyebaran 4 spesies kima, yaitu kima sisik (Tridacna squamosa), kima besar (Tridacna maxima), kima lubang (Tridacna crocea), dan kima air (Tridacna derasa). Selain itu, terdapat pula spesies kima lain, yaitu Hipoppus hipoppus, Tridacna gigas, dan Hipoppus porcellanus. Tridacna merupakan jenis kerang-kerangan yang terkenal karena ukurannya relatif besar dan cangkangnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri hiasan. Karena perburuan yang intensif, jenis kerang-kerangan ini berkurang populasinya sehingga mendapat perlindungan dengan dimasukkannya ke dalam CITES. Jenis kerang ini belum tercantum dalam buku statistik produksi nasional maupun global (Nurdin, 2008 dalam Padilah dkk., 2015).
Walaupun tujuh jenis kima di Indonesia diperkirakan masih ada, beberapa lokasi diduga telah mengalami penurunan jumlah populasi dan kehilangan jenis kima akibat eksploitasi. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan khususnya di Kepulauan Spermonde seperti dilaporkan oleh Niartiningsih (2007) menunjukkan bahwa populasinya terindikasi telah mengalami overeksploitasi, terutama jenis-jenis yang berukuran besar seperti T. gigas, T. derasa dan H. porcelanus. Dugaan ini makin diperjelas oleh hasil penelitian Niartiningsih at al., (2010) dimana hanya menemukan 4 (empat) spesies kima yaitu T. squamosa, T. maxima, T. crocea dan H. hyppopus, sedangkan 3 (tiga) jenis yang disebutkan sebelumnya sudah tidak ditemukan lagi di Kepulauan Spermonde.
            Deskripsi dan habitat dari jenis-jenis kima tersebut menurut Lucas (1988) dalam Rizkevina (2014) adalah sebagai berikut :
a.       Tridacna gigas / Kima Raksasa
Spesies ini adalah spesies terbesar, panjangnya dapat mencapai 100 cm dan beratnya berkisar 200 sampai 500 kg. Cangkangnya berwarna putih, menyerupai kipas (tampak dari samping) dengan lekuk-lekuk yang dalam, tepian cangkang memanjang, berbentuk triangular. Cangkangnya tidak dapat menutup secara menyeluruh karena perkembangan mantelnya yang sangat besar. Umumnya ditemukan diatas pasir dan diantara terumbu karang di daerah perairan dangkal, namun dapat juga ditemukan pada kedalanrnn 20 m. Beberapa individu bahkan terlihat selama air surut.

b.      Tridacna derasa / Kima Selatan
Spesies ini adalah kedua terbesar, panjangnya dapat mencapai 50 cm atau lebih. Cangkang berwarna putih dan halus, gigi pada tepi bibir bundar, cangkang tebal dan berat. T. derasa sering sulit dibedakan dengan spesies lain, H. parcellanus yang juga memiliki cangkang putih, sangat halus dan bibir tepian yang bundar. Juvenil dari T. derasa dan T. gigas juga serupa penampakannya. Untuk membedakan, T. gigas memiliki lekuk yang dalam pada permukaan cangkangnya. Selain itu, mantel T. derasa warnanya selalu tampak terang (biru dan hijau), sementara T. gigas biasanya berwarna tidak menarik (kuning kecokelatan hingga cokelat). Sering ditemui pada sisi terluar daerah terumbu karang pada kedalaman 4 sampai 20 m dan tersebar di lingkungan laut sekitar karang tepi dekat pulau.

c.       Tridacna squamosa / Kima Sisik
Spesies ini panjangnya dapat mencapai 30-40 cm dan memiliki bentuk cangkang yang sama sisi dengan sisik bergalur yang lebar yang membesar atau warna kuning lemon. Kerang ini melekat dengan bysus ke karang hidup atau patahan-patahan karang pada kedalaman lebih dari 18 m pada karang yang biasanya didominasi oleh Acropora, ditemukan baik pada daerah oseanik maupun terumbu karang yang dekat dengan garis pantai.

d.      Tridacna maxima / Kima Kecil
Spesies ini panjangnya dapat mencapai 30-40 cm walaupun banyak juga ditemui ukuran yang lebih kecil. Mantel berwarna cerah dengan cangkang mernanjang ke satu sisi dengan sisik-sisik yang rapat pada daerah tepi. Warna cangkang beragarn mulai dari putih biasa hingga kuning, atau putih dengan sedikit warna orange. Kerang ini melekat setengah atau melekat utuh pada perrnukaan karang.

e.       Tridacna crocea / Kima Lubang
Spesies ini adalah yang terkecil dengan panjang sekitar 15 cm. Cangkang berwarna putih dengan sedikit warna orange-pink atau kuning baik pada sisi dalam maupun pada sisi luar cangkang. Mantel biasanya berwarna terang seperti T. maxima tetapi dapat dibedakan dari cangkang yang berbentuk oval segitiga. Kima ini tertanam dalam karang batu besar di permukaan terumbu karang, hanya tepi cangkang dan mantel yang dapat terlihat.

f.       Hippopus hippopus / Kima Pasir
Spesies ini panjangnya dapat mencapai 50 cm, memiliki cangkang keras, berat dan berbentuk memanjang hingga segitiga dengan sisik atau duri kecil. Beberapa cangkang memiliki tonjolan, cangkang berwarna coklat, abu-abu pudar atau hijau. Dapat ditemukan di daerah berpasir pada area terumbu karang.

g.      Hippopus parcellanus / Kima Cina
Jenis ini lebih tipis dan lebih halus dari cangkang H. hippopus, biasanya mantel berwama hijau zaitun. H. porcellanus mudah dibedakan dengan H. hippopus karena memiliki papillae atau tentakel di sepanjang incurrent siphon. Ditemukan hidup pada daerah berpasir sekitar terumbu karang.

Cara Hidup dan Sebaran Kerang Kima (Tridacnidae)
Setiap organisme memiliki perbedaan dan mekanisme yang khas dalam tingkah laku, termasuk cara makan dan jenis makanannya. Secara umum, makanan kima adalah jasad renik berupafitoplankton yang melayang-layang di kolom perairan. Makanan tersebut diperoleh dengan cara menyaring air lewat insangnya, sehinggaberdasarkan cara makannya kima terglolong ke dalam filter feeders. Zat-zat yang masuk akan diseleksi oleh bulu-bulu getar yang terdapat dalam insang dan selanjutnya zat yang dibutuhkan akan disaring oleh mulut. Zat yang tidak diperlukan akan dikeluarkan kembali melalui exhalant siphon.
Selain memperoleh makanan dengan cara meyaring air,kima juga mendapatkan pasokan makanan dari simbionnya yaitu zooxanthella. Zooxanthella ini merupakan salah satu dari jenis alga bersel satu yang terdapat di peraiaran laut. Kima memiliki lapisan mantel sebagai tempat zooxanthella menempel atau hidup, matel tersebut merupakan substrat yang baik bagi zooxanthella untuk tumbuh hidup dan berkembang. Hubungan antara zooxanthella dengan kima merupakan hubungan mutualisme, yang saling menguntungkan. Kima mendapatkan alga tersebut sebagai makanan, alga tersebut kemudian memanfaatkan hasil metabolisme kima sebagai makanannya (Ambariyanto, 2007).
Dilihat dari cara hidupnya suku Tridacnidae dapat dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan pertama disebut juga golongan pembor (boring form). Golongan ini meliputi jenis-jenis kima yang hidupnya membenanikan diri pada terumbu karang baik seluruh atau sebagian saja dari cangkangnya. Mekanisme pemboran dari jenis kima ini dimulai ketika masih kecil atau anak (spat) yang mulai aktif melakukan pemboran kira-kira pada ukuran l cm - 2 cm, dimana dengan gerakan yang teratur mereka menekankan badannya pada batu karang sehingga akhirnya seluruh atau sebagian dari cangkangnya masuk kedalam batu karang. Pemboran dilakukan oleh bagian engsel (hinge) dengan posisi menghadap keatas (Rizkevina, 2014).
Golongan kedua adalah jenis kima yang cara hidupnya bebas, menempel atau terbaring diantara batu karang atau dasar yang berpasir di daerah Terumbu karang. Pada umumnya golongan kima ini mempunyai ukuran yang lebih besar bila dibandingkan dengan kima golongan pertama. Hal ini merupakan adaptasi dalam hidupnya karena jenis kima ini pada umumnya tidak mempunyai alat perekat ataupun kalau ada hanya kecil sekali. Kima juga mempunyai alat perekat yang kuat berupa bysus yang terbentuk dari bahan gel (gelatin) yang disekresikan melalui lubang yang disebut bysal kuat menempel pada substrat. Jenis kima yang termasuk golongan pertama ini meliputi Tridacna crocea dan Tridacna maxima.  Dengan ukuran tubuh yang besar dan berat meraka mampu mempertahankan posisinya sekalipun dihempas oleh arus dan ombak. Jenis kima dari golongan kedua ini meliputi Tridacna gigas, Tridacna derasa, Tridacna squamosa, Hippopus hippopus dan Hippopus porcellanus (Kastoro, 1979).
Kerang kima merupakan salah satu jenis bivalva yang bersifat protandris hermaprodit, pada waktu muda kima memiliki jenis kelamin jantan. Akan tetapi setelah berkembang menjadi dewasa, maka kima tersebut berubah menjadi hermaprodit. Pembuahan atau fertilisasi terjadi secara eksternal yaitu terjadi di luar tubuh induknya. Mekanisme pembuahannya adalah pertama-tama sel sperma disemprotkan indukan, kemudian sel telur menyusul dikeluarkan (Ulfah, 2016).
Secara geografis, kima mempunyai tempat sebaran yang terbatas di daerah laut tropis terutama di Indo-Pasifik. Habitat biota ini berada pada terumbu karang, pasir dan pecahan karang pada perairan laut dangkal yang masih dapat ditembus cahaya matahari. Morfologi dari setiap jenis kima ditentukan oleh bentuk bagian luar cangkangnya, sehingga perbedaan bentuk cangkang ini dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi sampai tingkat jenis. Kima mempunyai cangkang yang terdiri atas dua tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur, yaitu unsur kalsium karbonat (CaCO3). Zat kapur tersebut pada umumnya tersusun dari tiga bentuk kristal, yaitu kalsit, aragonite, dan vaerit. Permukaan cangkang bagian luar membentuk lekukan dan tonjolan yang tersusun rapi menyerupai kipas. Pada bagian yang menonjol terdapat lipatan berupa lempengan yang tersusun rapi (Setiawan, 2013).

Faktor Lingkungan Hidup Kerang Kima (Tridacnidae)
Kima membutuhkan lingkungan hidup berupa air laut tropis yang jernih untuk pertumbuhan dan sintasan yang optimum. Temperatur air optimum yang dibutuhkan berada pada kisaran 25–30 ̊C, salinitas berkisar antara 25–30 ppt dan pH antara 8,1–8,5. Cahaya matahari merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses fotosintesis bagi zooxanthella yang hidup berimbiosis pada jaringan mantel kima (Niartiningsih, 2012).
Kima dapat hidup dalam aquarium dengan temperature 28–30 °C namun untuk kerang–kerangan suhu yang dapat di toleransi adalah 15–32 °C. Kisaran oksigen terlarut untuk kehidupan kima yang dipelihara dalam akuarium berada pada kisaran antara 7,5–11 ppm, Sementara kadar oksigen 3,2 ppm sudah cukup baik untuk mendukung kelangsungan hidup larva kima, meskipun untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal dibutuhkan batas minimal 2  ppm dan maksimal adalah 6,5 ppm. Kisaran pH yang dapat mendukung kelangsungan hidup larva kima adalah 7,2 –7,5. Salinitas yang baik untuk kima adalah 25-40 ppt (Padilah dkk., 2015).
Kima juga termasuk salah satu biota yang hidupnya bergantung dengan kualitas perairan dan substrat tempat melekatnya. Berdasarkan observasi peneliti sendiri beberapa jenis kima sering dijumpai pada kawasan karang tepi (fringe reef) dan beberapa kima di kawasan tubir (Padilah dkk., 2015). Kima membutuhkan perairan yang dangkal di daerah terumbu karang sebagai habitatnya. Kedalaman perairan dimana sering ditemukannya kima adalah pada terumbu karang dengan kedalaman 0,5 meter sampai 25 meter            (Niartiningsih, 2012).
Kecerahan merupakan parameter yang penting bagi kima karena berkaitan dengan alga yang hidup bersimbiosis membutuhkan cahaya untuk berfotosintesis. keberadaan arus dan gelombang di perairan sangat penting untuk kelangsungan hidup terumbu karang. Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton, disamping itu juga membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik dari pada perairan yang tenang dan terlindung. Substrat merupakan salah satu parameter yang penting. Substrat kima biasanya pada daerah terumbu karang, pasir, dan pecahan karang (Padilah dkk., 2015).
Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan walaupun terdapat sedikit perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Salinitas air laut biasanya berkisar antara 32-37,5 ppt, sedangkan salinitas rata-rata untuk kima dapat hidup adalah 32%0 (Mcconnaughey dan Zottoli, 1983 dalam Rizkevina, 2014).
Meningkatnya konsentrasi CO2 dan suhu air pada abad ini cenderung memiliki efek transformatif secara umum pada kehidupan organisme laut dan larva invertebrata khususnya. Dampak negatif meningkatnya CO2 yang terbesar untuk tahap kehidupan awal dari banyak organisme adalah terjadinya stres pada semua tahap yang mempengaruhi kehidupan organisme (Talmage, 2011).

Pola Distribusi Popoulasi Kerang Kima (Tridacnidae)
Saat ini tercatat 10 jenis kima yang tersebar di perairan tropis di Samudera India dan Pasifik. Marga Tridacna meliputi 8 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari 2 jenis. Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7 spesies kima dapat ditemukan di perairan nusantara. Tiga jenis lainnya termasuk jenis kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu: Kima Laut Merah, Kima Mauritius dan Kima Tevoro dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Niartiningsih, 2007 dalam Susiana dkk., 2013).
Beberapa negara yang telah berhasil membenihkan kima, antara lain Australia, Fiji, Philiphina dan sebagainya. Usaha budidaya kima ini memerlukan dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan, antara lain : pengaturan terhadap hasil budidaya yang dapat diperdagangkan, sertifikasi hasil produksi budidaya dan kebijakan usaha-usaha pendanaan terhadap usaha konservasi kima termasuk diantaranya kebijakan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hayati, termasuk jenis kima (Setiawan, 2013).
Di Indonesia, seluruh spesies kima telah dilindungi sejak tahun 1987 melalui SK Menteri Kehutanan No.12/KPTS-II/1987. Namun eksploitasi kima di alam terus terjadi, sehingga beberapa species sudah jarang ditemukan. dari 7 species kima yang tersebar di perairan Indonesia, 3 species diantaranya sudah sangat jarang ditemukan, yaitu Tridacna gigas, Tridacna derasa, dan Hippopus porcellanus. Ketiga species tersebut merupakan kima berukuran paling besar diantara yang lainnya. Dari hasil penelitian didapat 4 jenis kima, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Tridacna maxima, dan Hipopus hipoppus         (Kordi, 2010).
Kerusakan habitat selain disebabkan oleh teknik perburuan kima yang merusak terumbu karang juga disebabkan oleh polusi. Polusi merupakan salah satu penyebab menurunnya jumlah organisme di laut. Polusi yang terjadi di laut biasanya disebabkan oleh tumpahan minyak dan juga sisa pembakaran bahan bakar dari kapal nelayan. Kima merupakan salah satu organisme laut yang hidup di ekosistem terumbu karang. Beberapa jenis kima hidup menempel pada substrat karang dan menancap di antara karang hidup, bahkan ada spesies kima yang membenamkan diri di karang. Untuk pengambilan kima yang hidup menempel pada karang dilakukan dengan merusak karang dengan menggunakan linggis atau pencungkil besi sehingga karang akan pecah dan rusak. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka kerusakan karang menjadi semakin parah dan secara otomatis populasi kima juga akan semakin berkurang (Setiawan, 2013).

Manfaat Kerang Kima (Tridacnidae)
Selain mendapatkan pasokan makanan dari zooxanthella, kima juga mencari makan dengan cara menyaring partikel-partikel organik dari air laut. Aktifitas ini, secara langsung berperan penting dalam membersihkan air laut dari populasi mikroorganisme yang berlebihan. Dengan demikian, air laut menjadi lebih sehat dan keseimbangan ekosistem pun lebih terjaga. kima juga menjadi salah satu biota laut yang membuat terumbu karang berwarna indah       (Rizkevina, 2014).
Daging kima diduga memiliki kandungan gizi yang dapat meningkatkan stamina. Selain dagingnya yang dikonsumsi sebagai bahan makanan, cangkang kima juga dimanfaatkan untuk bahan baku bangunan. Di pasar internasional, cangkang kima digunakan sebagai bahan baku pembuatan ubin teraso dan bahan baku kerajinan hias. Pada beberapa negara di Asia, anak kima sering dijadikan koleksi para pecinta akuarium hias air laut dan merupakan komoditi ekspor yang sangat penting dari berbagai negara (Calumpong, 1992 dalam Triandiza dan Kusnadi, 2013).
Manfaat bagi manusia, otot adduktor yang menyatukan kedua cangkang kima dianggap sebagai bahan pangan yang istimewa. Di Jepang, daging dan otot kima dikonsumsi sebagai makanan laut yang disebut Himejako. Di wilayah Indonesia timur, daging atau otot kima yang dikeringkan dipercaya sebagai afrodisiak yang mampu meningkatkan vitalitas kaum Adam. Di pulau-pulau terpencil nusantara, masyarakat mengumpulkan kima hidup di tempat tertentu sebagai bahan makanan cadangan saat musim ombak besar tiba              (Rizkevina, 2014).
Walaupun hewan ini dilarang untuk diambil dari alam, namun pemanfaatannya masih tetapi berlangsung. Hal ini bisa dilihat di berbagai tempat khususnya di wilayah pesisir masih banyak ditemukan cangkang – cangkang (shells) kima baik yang menumpuk di rumah penduduk untuk digunakan sebagi bahan bangunan seperti pondasi, penimbunan lahan kosong dsb, juga banyak ditemukan berserak di pantai khususnya cangkang yang kecil atau bahkan sebagai souvenir baik di warung-warung cinderamata di pantai atau di toko – toko khusus souvenir. Di beberapa wilayah bahkan hingga saat ini masih bisa ditemukan daging kima segar yang di jual di pasar tradisional. Hewan ini mempunyai harga yang sangat tinggi diluar negeri. Tingginya permintaan kima ini mengakibatkan eksploitasi yang berlebih (over exploitation) dari populasi kima di alam, sehingga populasi tersebut menurun sangat drastis di seluruh dunia  (Ambariyanto, 2007).
Pengambilan kima banyak dilakukan masyarakat pesisir terutama ketika pasang surut. Semua ukuran kima baik kecil maupun besar diambil untuk memenuhi permintaan konsumsi lokal masyarakat. Pemanfaatan yang terus menerus tanpa adanya pembatasan ukuran tangkap telah mengakibatkan terjadinya penurunan populasi kima di alam (Triandiza dan Kusnadi, 2013).
Sedangkan di Indonesia harga kima hidup sulit untuk diketahui karena belum adanya perdagangan kima hasil budidaya. Namun dibeberapa pasar tradisional. khususnya di luar Jawa, masih ditemukan beberapa orang yang memperdagangkan daging basah kima. Pemanfaatan ini masih bersifat tradisional dan belum sepenuhnya komersial, sehingga harganya pun masih sangat rendah. Sedangkan di harga cangkang kima di warung-warung cindera mata di pantai – pantai tempat wisata dijual dengan harga antara Rp 5000 hingga Rp 25 000 tergantung besar kecilnya. Harga ini sangat murah karena kondisi cangkang kotor dan belum dilakukan perlakuan tertentu sehingga terlihat mengkilat dan bersih. Sedangkan untuk cangkang yang sudah bersih dan mengkilat dapat dijumpai di toko sourvenir yang menjualnya hingga ratusan ribu rupiah perpasangnya. Cangkang kima ini, bersama-sama dengan cangkang kerang lain, bahkan menjadi komoditas eksport dari beberapa negara termasuk Philippina            (Ambariyanto, 2007).

Status Konservasi Kerang Kima (Tridacnidae)
Sejak tahun 1983 CITES (Convention on International Trade In Endangered Species) mengelompokkan kima sebagai biota laut yang dilindungi yang ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.12 tahun 1987, kemudian Undang-Undang No. 5 tahun 1990 yang dipertegas lebih lanjut dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/KPTS_ 11/1991 (Departemen Kehutanan, 1993 dalam Susiana dkk., 2013).
Status keberadaan kima secara keseluruhan untuk semua jenis, dikategorikan sebagai satwa langka yang dilindungi undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Konvensi perdagangan internasional untuk spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah (CITES) memasukkan kelompok hewan ini dalam daftar hewan yang dilindungi sejak 1983. Saat ini, sebanyak tujuh spesies kima masuk dalam daftar merah (terancam punah) dari International Union for Conservation and Natural Resources (IUCN)     (Setiawan, 2013).
Menurut Ambariyanto (2007) terdapat dua alasan utama terkait dengan pentingnya pengelolaan populasi kima di alam ini, yakni aspek ekologis dan aspek ekonomis, yaitu :
Aspek Ekologis
Aspek ekologis dinilai penting mengingat bahwa kima merupakan salah satu organisme laut yang hidup di ekosistem karang. Beberapa spesies kima hidup di substrat pasir sedangkan beberapa jenis lain hidup menempel pada karang, bahkan beberapa spesies membenamkan diri dalam karang. Pengambilan kima di alam tidak saja akan menurunkan jumlah populasi alam, namun juga secara langsung akan merusak ekosistem karang di sekitarnya. Sebagai contoh, khusus untuk kima yang hidup menempel atau membenamkan diri pada karang atau yang hidup di sela-sela karang, maka apabila kima tersebut diambil dapat dipastikan juga akan merusak karang disekitar tempat dimana kima tersebut hidup, karena untuk mengambil kima harus membongkar karang tersebut. Sehingga apabila hal tersebut berlangsung secara terus menerus dibanyak tempat, maka akan semakin banyak karang yang rusak.
Aspek Ekonomis
Secara ekonomis kima mempunyai nilai yang sangat tinggi, khususnya di pasaran luar negeri dimana hewan ini menjadi organisme akuarium yang sangat digemari. Sebagai contoh, untuk spesies Tridacna maxima yang berukuran 2 inchi dan mempunyai warna bagus dan menarik dijual seharga US$ 40 / ekor dalam kondisi hidup untuk dimanfaatkan sebagai hewan hias di akuarium. Kima yang dijual ini adalah hasil budidaya yang bersertifikat dan bukan berasal dari alam.
Kima (Tridacnidae sp) yang dikenal sebagai kerang raksasa merupakan salah satu biota laut yang dilindungi menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia. Saat ini populasi kima di alam menurun sangat drastis akibat berbagai faktor diantaranya perburuan liar, kerusakan habitat, penggunaan potasium dan bom ikan, dan pengambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam rangka menjaga populasi kima, diperlukan suatu kegiatan konservasi diantaranya sosialisasi dan penyuluhan, perlindungan habitat dan pengawasan, restocking dengan pengembangan kelompok-kelompok budidaya kima dan penegakan kembali kearifan tradisional. Dengan upaya konservasi tersebut diharapkan populasi kima di alam akan semakin melimpah (Setiawan, 2013).
Meskipun usaha konservasi kerang kima telah dilakukan, namun populasi kima di alam terus mengalami penurunan drastis terutama diakibatkan oleh pengambilan di alam oleh masyarakat, penyakit dan parasit, dan faktor lingkungan dan faktor antropogenik. Alasan utama yang mendasari pengambilan kima oleh masyarakat tersebut adalah nilai ekonomi kerang kima. Daging kerang kima terutama otot aduktornya digunakan sebagai sumber makanan berprotein tinggi, bahkan oleh masyarakat Asia daging kima dianggap memiliki khasiat meningkatkan gairah seksual. Cangkang kima banyak dimanfaatkan industri sebagai bahan baku kerajinan hias dan bahan bangunan tegel teraso. Kima juga diperdagangkan untuk hewan hias aquarium (Ambriyanto, 2007).










DAFTAR PUSTAKA



Ambariyanto. 2007. Pengelolaan Kima di Indonesia: Menuju Budidaya Berbasis Konservasi. Seminar Nasional Moluska dalam Penelitian Konservasi dan Ekonomi Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Arifin., Z dan Djoko S. 2004. Potensi Sumberdaya Kekerangan dan Prospek Pengembangan di Maluku. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut. Ambon.

Dody., S. 2011. Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Kerang dan Siput di Kepulauan Bangka Belitung. Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.

Kastoro, W. 1979. Kerang Raksasa. Pewarta Oseana. V(3): 1-6.

Kordi, K. M. G. H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang: Potensi, Fungsi & Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Niartiningsih A. 2012. Kima, Biota Laut Langka: Budidaya dan Konservasinya. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Niartiningsih A., M. Litaay, E. Suryati dan I. Prasetiawan. 2010. Pemeliharaan Juvenil Kima Sisik (Tridacna Squamosa) dan Lola (Trochus Niloticus) secara Monokultur dan  Polikultur pada Kedalaman Berbeda di Perairan Pulau Badi, Kabupaten Pangkep. Prosiding Simposium Musyawarah Nasional Terumbu Karang II.

Niartiningsih A., Yusuf S. dan I. Andriani. 2007. Keragaman dan Hubungan Kekerabatan Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde: Suatu Upaya Konservasi dan Perbaikan Mutu Benih. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Genetika, Breeding dan Bioteknologi Perikanan. Inna Kuta Beach Bali.

Padilah, M., A. Pranoto, dan A. Zulfikar. 2015. Pola Sebaran Kima (Tridacnidae) di Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Rizkevina, Q. 2014. Keanekaragaman Jenis dan Distribusi Family Tridacnidae (Kerang Kima) di Perairan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Setiawan, H. 2013. Ancaman Terhadap Populasi Kima (Tridacnidacna sp.) dan Upaya Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate. Info Teknis EBONI. X(2): 137-147.

Susiana, A. Niartiningsih, dan M. A. Amran. 2013. Hubungan Antara Kesesuaian Kualitas Perairan dan Kelimpahan Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Talmage, S. C., and Christopher J. G. 2011. Effects of Elevated Temperature and Carbon Dioxide on the Growth and Survival of Larvae and Juveniles of Three Species of Northwest Atlantic Bivalves. Plos One. VI(10). e26941.

Triandiza, T., dan A. Kusnadi. 2012. Teknik Pemijahan Buatan dan Pemeliharaan Larva Kima (Tridaena squamosa Lamarck) di Laboratorium. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 39(1): 1-11.

Ulfah, M. 2016. Ekologi dan Sistem Reproduksi Kerang Kima (Tridacnidae). Institut Pertanian Bogor. Bogor.