Makalah
Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan
KONSERVASI KERANG KIMA (Tridacnidae)
Klasifikasi kerang kima (Tridacnidae) menurut Abbott (1959) dan
Abbott & Dance (1982) dalam Rizkevina (2014) urutan klasifikasi dari kima
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Veneroida
Famili : Tridacnidae
Genus : -Tridacna
-Hippopus
Spesies : -Tridacna squamosa Lamarck, 1989
-Tridacna gigas Linnaeus, 1758
-Tridacna derasa Roding, 1798
-Tridacna maxima Roding, 1798
-Tridacna crocea Lamarck, 1819
Bagian
dorsal merupakan bagian yang berperan untuk membuka dan menutup cangkang bila
kerang ini tersentuh oleh suatu rangsangan. Sedangkan bagian depan disebut
anterior, yaitu bagian yang berada dimana umbu mengarah kepadanya. Bagian kima
yang berlawanan arah dengan anterior disebut bagian posterior (Ulfah, 2016).
Bagian engsel
(hinge) merupakan bagian perut (ventral), sedangkan bagian tepi yang menghadap ke
atas merupakan bagian punggung (dorsal). Pada bagian perut terdapat lubang tempat
keluarnya alat perekat (byssus) yang disebut
byssal orifice. Bagian punggung merupakan
bagian yang membuka dan menutup jika kima disentuh oleh rangsangan. Kima mempunyai
dua macam otot yang menempel pada dinding bagian dalam dari cangkangnya yaitu otot
retractor dan aduktor. Otot aduktor merupakan otot yang besar dan kuat, berfungsi
sebagai pembuka dan penutup cangkang. Otot retractor bentuknya lebih kecil, berfungsi
sebagai penjulur dan penarik kaki. Organ lain seperti hati, ginjal dan alat pencernaan
bentuknya sangat sederhana, insang tersusun dari lembaran lamella yang membentuk
sisir (Setiawan, 2013).
Bagian
luar permukaan cangkang membentuk lekukan dan tonjolan yang tersusun sedemikian
rupa, sehingga terbentuklah bangunan seperti kipas. Pada bagian yang menonjol
tersebut terdapat lipatan berupa lempengan yang tajam dan tersusun rapi. Bagian
engsel (hinge) merupakan bagian ventral, sedangkan bagian tepi yang menghadap
ke atas atau bagian yang bebas merupakan dorsal. Pada bagian ventral terdapat
sebuah lubang (Gambar 2) yang berfungsi untuk mengeluarkan perekat (bysus),
yang disebut sebagai bysal oryfise (Ulfah, 2016).
Kima adalah
hewan moluska (bertubuh lunak), Kima biasa juga disebut dengan kerang raksasa (fziant clam). Dinamakan demikian karena pertumbuhan
Berdasarkan urutan taksonomi, kerang kima diklasifikasikan kedalam Famili
Tridacnidae yang terdiri dari 2 marga yaitu Tridacna dan Hippopus. Marga
Tridacna meliputi 7 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari 2 jenis.
Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7 spesies
kima dapat ditemukan di perairan nusantara. Dua jenis lainnya termasuk enis
kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu : Tridacna
roswateri dan Tridacna tevoroa dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Rizkevina, 2014).
Kima
adalah salah satu kerang dengan bentuk dan ciri yang paling unik di antara
semua jenis kerang. Ukuran cangkangnya sangat besar dan berat, sehingga disebut
kerang raksasa (giant clams).
Mantelnya yang memiliki sistem sirkulasi khusus, menjadi tempat tinggal bagi
zooxanthellae, makhluk aneh separuh hewan dan separuh tumbuhan yang berbulu
cambuk dari marga Symbidinium. Makhluk bersel tunggal ini, mampu menghasilkan makanannya
sendiri, melalui proses fotosintesis dengan memanfaatkan karbondioksida, fosfat
dan nitrat yang berasal dari sisa metabolisme kima (Susiana dkk., 2013).
Kerang
kima memiliki dua jenis otot yang terletak menempel pada dinding bagian dalam
dari cangkangnya, yaitu otot retraktor dan otot aduktor. Otot aduktor adalah
otot yang besar dan kuat, berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang apabila
kima mendapat gangguan atau tekanan. Otot retraktor yang ukurannya lebih kecil
berfungsi sebagai penjulur dan penarik `kaki`. Organ kima lainnya (hati, ginjal
dan alat pencernaan) bentuknya masih sangat sederhana. Insang kima tersusun
dari lembaran-lembaran berupa lamella yang berbentuk comb, disebut dengan
istilah ctenidia. Insang bagian luar disebut demibrant luar, sedangkan insang
pada bagian dalam disebut demibrant dalam (Ulfah, 2016).
Jenis-jenis Kerang Kima (Tridacnidae)
di Indonesia
Perairan
Indonesia merupakan wilayah penyebaran 4 spesies kima, yaitu kima sisik (Tridacna squamosa), kima besar (Tridacna maxima), kima lubang (Tridacna crocea), dan kima air (Tridacna derasa). Selain itu, terdapat
pula spesies kima lain, yaitu Hipoppus
hipoppus, Tridacna gigas, dan Hipoppus
porcellanus. Tridacna merupakan
jenis kerang-kerangan yang terkenal karena ukurannya relatif besar dan
cangkangnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri hiasan. Karena perburuan
yang intensif, jenis kerang-kerangan ini berkurang populasinya sehingga mendapat
perlindungan dengan dimasukkannya ke dalam CITES. Jenis kerang ini belum
tercantum dalam buku statistik produksi nasional maupun global (Nurdin, 2008
dalam Padilah dkk., 2015).
Walaupun
tujuh jenis kima di Indonesia diperkirakan masih ada, beberapa lokasi diduga
telah mengalami penurunan jumlah populasi dan kehilangan jenis kima akibat
eksploitasi. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan khususnya di Kepulauan
Spermonde seperti dilaporkan oleh Niartiningsih (2007) menunjukkan bahwa
populasinya terindikasi telah mengalami overeksploitasi, terutama jenis-jenis
yang berukuran besar seperti T. gigas, T.
derasa dan H. porcelanus. Dugaan
ini makin diperjelas oleh hasil penelitian Niartiningsih at al., (2010) dimana
hanya menemukan 4 (empat) spesies kima yaitu T. squamosa, T. maxima, T. crocea dan H. hyppopus, sedangkan 3 (tiga) jenis yang disebutkan sebelumnya
sudah tidak ditemukan lagi di Kepulauan Spermonde.
Deskripsi dan habitat dari
jenis-jenis kima tersebut menurut Lucas (1988) dalam Rizkevina (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Tridacna gigas
/ Kima Raksasa
Spesies ini adalah spesies terbesar, panjangnya
dapat mencapai 100 cm dan beratnya berkisar 200 sampai 500 kg. Cangkangnya
berwarna putih, menyerupai kipas (tampak dari samping) dengan lekuk-lekuk yang
dalam, tepian cangkang memanjang, berbentuk triangular. Cangkangnya tidak dapat
menutup secara menyeluruh karena perkembangan mantelnya yang sangat besar.
Umumnya ditemukan diatas pasir dan diantara terumbu karang di daerah perairan
dangkal, namun dapat juga ditemukan pada kedalanrnn 20 m. Beberapa individu
bahkan terlihat selama air surut.
b. Tridacna derasa
/ Kima Selatan
Spesies ini adalah kedua terbesar, panjangnya dapat
mencapai 50 cm atau lebih. Cangkang berwarna putih dan halus, gigi pada tepi
bibir bundar, cangkang tebal dan berat. T.
derasa sering sulit dibedakan dengan spesies lain, H. parcellanus yang juga memiliki cangkang putih, sangat halus dan
bibir tepian yang bundar. Juvenil dari T.
derasa dan T. gigas juga serupa
penampakannya. Untuk membedakan, T. gigas
memiliki lekuk yang dalam pada permukaan cangkangnya. Selain itu, mantel T. derasa warnanya selalu tampak terang
(biru dan hijau), sementara T. gigas
biasanya berwarna tidak menarik (kuning kecokelatan hingga cokelat). Sering
ditemui pada sisi terluar daerah terumbu karang pada kedalaman 4 sampai 20 m
dan tersebar di lingkungan laut sekitar karang tepi dekat pulau.
c. Tridacna squamosa
/ Kima Sisik
Spesies ini panjangnya dapat mencapai 30-40 cm dan
memiliki bentuk cangkang yang sama sisi dengan sisik bergalur yang lebar yang membesar
atau warna kuning lemon. Kerang ini melekat dengan bysus ke karang hidup atau
patahan-patahan karang pada kedalaman lebih dari 18 m pada karang yang biasanya
didominasi oleh Acropora, ditemukan baik pada daerah oseanik maupun terumbu
karang yang dekat dengan garis pantai.
d. Tridacna maxima
/ Kima Kecil
Spesies ini panjangnya dapat
mencapai 30-40 cm walaupun banyak juga ditemui ukuran yang lebih kecil. Mantel
berwarna cerah dengan cangkang mernanjang ke satu sisi dengan sisik-sisik yang
rapat pada daerah tepi. Warna cangkang beragarn mulai dari putih biasa hingga
kuning, atau putih dengan sedikit warna orange. Kerang ini melekat setengah
atau melekat utuh pada perrnukaan karang.
e. Tridacna crocea
/ Kima Lubang
Spesies ini adalah yang terkecil
dengan panjang sekitar 15 cm. Cangkang berwarna putih dengan sedikit warna
orange-pink atau kuning baik pada sisi dalam maupun pada sisi luar cangkang.
Mantel biasanya berwarna terang seperti T.
maxima tetapi dapat dibedakan dari cangkang yang berbentuk oval segitiga.
Kima ini tertanam dalam karang batu besar di permukaan terumbu karang, hanya
tepi cangkang dan mantel yang dapat terlihat.
f. Hippopus hippopus
/ Kima Pasir
Spesies ini panjangnya dapat
mencapai 50 cm, memiliki cangkang keras, berat dan berbentuk memanjang hingga
segitiga dengan sisik atau duri kecil. Beberapa cangkang memiliki tonjolan,
cangkang berwarna coklat, abu-abu pudar atau hijau. Dapat ditemukan di daerah
berpasir pada area terumbu karang.
g. Hippopus parcellanus
/ Kima Cina
Jenis ini lebih tipis dan lebih
halus dari cangkang H. hippopus, biasanya
mantel berwama hijau zaitun. H.
porcellanus mudah dibedakan dengan H.
hippopus karena memiliki papillae atau tentakel di sepanjang incurrent
siphon. Ditemukan hidup pada daerah berpasir sekitar terumbu karang.
Cara Hidup dan Sebaran Kerang Kima (Tridacnidae)
Setiap
organisme memiliki perbedaan dan mekanisme yang khas dalam tingkah laku,
termasuk cara makan dan jenis makanannya. Secara umum, makanan kima adalah
jasad renik berupafitoplankton yang melayang-layang di kolom perairan. Makanan
tersebut diperoleh dengan cara menyaring air lewat insangnya,
sehinggaberdasarkan cara makannya kima terglolong ke dalam filter feeders.
Zat-zat yang masuk akan diseleksi oleh bulu-bulu getar yang terdapat dalam
insang dan selanjutnya zat yang dibutuhkan akan disaring oleh mulut. Zat yang
tidak diperlukan akan dikeluarkan kembali melalui exhalant siphon.
Selain
memperoleh makanan dengan cara meyaring air,kima juga mendapatkan pasokan
makanan dari simbionnya yaitu zooxanthella. Zooxanthella ini merupakan salah
satu dari jenis alga bersel satu yang terdapat di peraiaran laut. Kima memiliki
lapisan mantel sebagai tempat zooxanthella menempel atau hidup, matel tersebut
merupakan substrat yang baik bagi zooxanthella untuk tumbuh hidup dan
berkembang. Hubungan antara zooxanthella dengan kima merupakan hubungan
mutualisme, yang saling menguntungkan. Kima mendapatkan alga tersebut sebagai
makanan, alga tersebut kemudian memanfaatkan hasil metabolisme kima sebagai
makanannya (Ambariyanto, 2007).
Dilihat
dari cara hidupnya suku Tridacnidae
dapat dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan pertama disebut juga golongan pembor
(boring form). Golongan ini meliputi
jenis-jenis kima yang hidupnya membenanikan diri pada terumbu karang baik
seluruh atau sebagian saja dari cangkangnya. Mekanisme pemboran dari jenis kima
ini dimulai ketika masih kecil atau anak (spat) yang mulai aktif melakukan
pemboran kira-kira pada ukuran l cm - 2 cm, dimana dengan gerakan yang teratur
mereka menekankan badannya pada batu karang sehingga akhirnya seluruh atau
sebagian dari cangkangnya masuk kedalam batu karang. Pemboran dilakukan oleh
bagian engsel (hinge) dengan posisi
menghadap keatas (Rizkevina, 2014).
Golongan
kedua adalah jenis kima yang cara hidupnya bebas, menempel atau terbaring diantara
batu karang atau dasar yang berpasir di daerah Terumbu karang. Pada umumnya golongan
kima ini mempunyai ukuran yang lebih besar bila dibandingkan dengan kima
golongan pertama. Hal ini merupakan adaptasi dalam hidupnya karena jenis kima
ini pada umumnya tidak mempunyai alat perekat ataupun kalau ada hanya kecil sekali.
Kima juga mempunyai alat perekat yang kuat berupa bysus yang terbentuk dari
bahan gel (gelatin) yang disekresikan melalui lubang yang disebut bysal kuat
menempel pada substrat. Jenis kima yang termasuk golongan pertama ini meliputi Tridacna crocea dan Tridacna maxima. Dengan
ukuran tubuh yang besar dan berat meraka mampu mempertahankan posisinya
sekalipun dihempas oleh arus dan ombak. Jenis kima dari golongan kedua ini
meliputi Tridacna gigas, Tridacna derasa,
Tridacna squamosa, Hippopus hippopus dan Hippopus porcellanus (Kastoro, 1979).
Kerang
kima merupakan salah satu jenis bivalva yang bersifat protandris hermaprodit,
pada waktu muda kima memiliki jenis kelamin jantan. Akan tetapi setelah
berkembang menjadi dewasa, maka kima tersebut berubah menjadi hermaprodit.
Pembuahan atau fertilisasi terjadi secara eksternal yaitu terjadi di luar tubuh
induknya. Mekanisme pembuahannya adalah pertama-tama sel sperma disemprotkan
indukan, kemudian sel telur menyusul dikeluarkan (Ulfah, 2016).
Secara geografis,
kima mempunyai tempat sebaran yang terbatas di daerah laut tropis terutama di Indo-Pasifik.
Habitat biota ini berada pada terumbu karang, pasir dan pecahan karang pada perairan
laut dangkal yang masih dapat ditembus cahaya matahari. Morfologi dari setiap jenis
kima ditentukan oleh bentuk bagian luar cangkangnya, sehingga perbedaan bentuk cangkang
ini dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi sampai tingkat jenis. Kima mempunyai
cangkang yang terdiri atas dua tangkup simetris yang terbuat dari zat kapur, yaitu
unsur kalsium karbonat (CaCO3). Zat kapur tersebut pada umumnya tersusun
dari tiga bentuk kristal, yaitu kalsit, aragonite, dan vaerit. Permukaan cangkang
bagian luar membentuk lekukan dan tonjolan yang tersusun rapi menyerupai kipas.
Pada bagian yang menonjol terdapat lipatan berupa lempengan yang tersusun rapi
(Setiawan, 2013).
Faktor Lingkungan Hidup Kerang Kima (Tridacnidae)
Kima
membutuhkan lingkungan hidup berupa air laut tropis yang jernih untuk
pertumbuhan dan sintasan yang optimum. Temperatur air optimum yang dibutuhkan
berada pada kisaran 25–30 ̊C, salinitas berkisar antara 25–30 ppt dan pH antara
8,1–8,5. Cahaya matahari merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses fotosintesis bagi zooxanthella yang hidup berimbiosis
pada jaringan mantel kima (Niartiningsih, 2012).
Kima
dapat hidup dalam aquarium dengan temperature 28–30 °C namun untuk kerang–kerangan
suhu yang dapat di toleransi adalah 15–32 °C. Kisaran oksigen terlarut untuk
kehidupan kima yang dipelihara dalam akuarium berada pada kisaran antara 7,5–11
ppm, Sementara kadar oksigen 3,2 ppm sudah cukup baik untuk mendukung
kelangsungan hidup larva kima, meskipun untuk mendukung kehidupan organisme
perairan secara normal dibutuhkan batas minimal 2 ppm dan maksimal adalah 6,5 ppm. Kisaran pH
yang dapat mendukung kelangsungan hidup larva kima adalah 7,2 –7,5. Salinitas
yang baik untuk kima adalah 25-40 ppt (Padilah dkk., 2015).
Kima
juga termasuk salah satu biota yang hidupnya bergantung dengan kualitas
perairan dan substrat tempat melekatnya. Berdasarkan observasi peneliti sendiri
beberapa jenis kima sering dijumpai pada kawasan karang tepi (fringe reef) dan beberapa
kima di kawasan tubir (Padilah dkk., 2015). Kima membutuhkan perairan yang
dangkal di daerah terumbu karang sebagai habitatnya. Kedalaman perairan dimana
sering ditemukannya kima adalah pada terumbu karang dengan kedalaman 0,5 meter
sampai 25 meter (Niartiningsih, 2012).
Kecerahan
merupakan parameter yang penting bagi kima karena berkaitan dengan alga yang
hidup bersimbiosis membutuhkan cahaya untuk berfotosintesis. keberadaan arus
dan gelombang di perairan sangat penting untuk kelangsungan hidup terumbu karang.
Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton, disamping itu juga
membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut
bebas. Oleh karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh
arus dan ombak, lebih baik dari pada perairan yang tenang dan terlindung. Substrat
merupakan salah satu parameter yang penting. Substrat kima biasanya pada daerah
terumbu karang, pasir, dan pecahan karang (Padilah dkk., 2015).
Salinitas
pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan walaupun terdapat
sedikit perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Salinitas
air laut biasanya berkisar antara 32-37,5 ppt, sedangkan salinitas rata-rata
untuk kima dapat hidup adalah 32%0 (Mcconnaughey dan Zottoli, 1983
dalam Rizkevina, 2014).
Meningkatnya
konsentrasi CO2 dan suhu air pada abad ini cenderung memiliki efek
transformatif secara umum pada kehidupan organisme laut dan larva invertebrata
khususnya. Dampak negatif meningkatnya CO2 yang terbesar untuk tahap
kehidupan awal dari banyak organisme adalah terjadinya stres pada semua tahap yang
mempengaruhi kehidupan organisme (Talmage, 2011).
Pola Distribusi Popoulasi Kerang Kima (Tridacnidae)
Saat ini
tercatat 10 jenis kima yang tersebar di perairan tropis di Samudera India dan
Pasifik. Marga Tridacna meliputi 8 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari
2 jenis. Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7
spesies kima dapat ditemukan di perairan nusantara. Tiga jenis lainnya termasuk
jenis kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu: Kima
Laut Merah, Kima Mauritius dan Kima Tevoro dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Niartiningsih,
2007 dalam Susiana dkk., 2013).
Beberapa
negara yang telah berhasil membenihkan kima, antara lain Australia, Fiji, Philiphina
dan sebagainya. Usaha budidaya kima ini memerlukan dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan,
antara lain : pengaturan terhadap hasil budidaya yang dapat diperdagangkan, sertifikasi
hasil produksi budidaya dan kebijakan usaha-usaha pendanaan terhadap usaha konservasi
kima termasuk diantaranya kebijakan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya hayati, termasuk jenis kima (Setiawan, 2013).
Di
Indonesia, seluruh spesies kima telah dilindungi sejak tahun 1987 melalui SK
Menteri Kehutanan No.12/KPTS-II/1987. Namun eksploitasi kima di alam terus
terjadi, sehingga beberapa species sudah jarang ditemukan. dari 7 species kima
yang tersebar di perairan Indonesia, 3 species diantaranya sudah sangat jarang
ditemukan, yaitu Tridacna gigas, Tridacna
derasa, dan Hippopus porcellanus.
Ketiga species tersebut merupakan kima berukuran paling besar diantara yang
lainnya. Dari hasil penelitian didapat 4 jenis kima, Tridacna squamosa, Tridacna crocea, Tridacna maxima, dan Hipopus hipoppus (Kordi, 2010).
Kerusakan
habitat selain disebabkan oleh teknik perburuan kima yang merusak terumbu karang
juga disebabkan oleh polusi. Polusi merupakan salah satu penyebab menurunnya jumlah
organisme di laut. Polusi yang terjadi di laut biasanya disebabkan oleh tumpahan
minyak dan juga sisa pembakaran bahan bakar dari kapal nelayan. Kima merupakan salah
satu organisme laut yang hidup di ekosistem terumbu karang. Beberapa jenis kima
hidup menempel pada substrat karang dan menancap di antara karang hidup, bahkan
ada spesies kima yang membenamkan diri di karang. Untuk pengambilan kima yang hidup
menempel pada karang dilakukan dengan merusak karang dengan menggunakan linggis
atau pencungkil besi sehingga karang akan pecah dan rusak. Jika hal ini berlangsung
secara terus menerus maka kerusakan karang menjadi semakin parah dan secara otomatis
populasi kima juga akan semakin berkurang (Setiawan, 2013).
Manfaat Kerang Kima (Tridacnidae)
Selain
mendapatkan pasokan makanan dari zooxanthella, kima juga mencari makan dengan cara
menyaring partikel-partikel organik dari air laut. Aktifitas ini, secara
langsung berperan penting dalam membersihkan air laut dari populasi
mikroorganisme yang berlebihan. Dengan demikian, air laut menjadi lebih sehat dan
keseimbangan ekosistem pun lebih terjaga. kima juga menjadi salah satu biota
laut yang membuat terumbu karang berwarna indah (Rizkevina, 2014).
Daging kima
diduga memiliki kandungan gizi yang dapat meningkatkan stamina. Selain dagingnya
yang dikonsumsi sebagai bahan makanan, cangkang kima juga dimanfaatkan untuk
bahan baku bangunan. Di pasar internasional, cangkang kima digunakan sebagai
bahan baku pembuatan ubin teraso dan bahan baku kerajinan hias. Pada beberapa
negara di Asia, anak kima sering dijadikan koleksi para pecinta akuarium hias
air laut dan merupakan komoditi ekspor yang sangat penting dari berbagai negara
(Calumpong, 1992 dalam Triandiza dan Kusnadi, 2013).
Manfaat
bagi manusia, otot adduktor yang menyatukan kedua cangkang kima dianggap
sebagai bahan pangan yang istimewa. Di Jepang, daging dan otot kima dikonsumsi
sebagai makanan laut yang disebut Himejako. Di wilayah Indonesia timur, daging
atau otot kima yang dikeringkan dipercaya sebagai afrodisiak yang mampu
meningkatkan vitalitas kaum Adam. Di pulau-pulau terpencil nusantara,
masyarakat mengumpulkan kima hidup di tempat tertentu sebagai bahan makanan
cadangan saat musim ombak besar tiba (Rizkevina, 2014).
Walaupun
hewan ini dilarang untuk diambil dari alam, namun pemanfaatannya masih tetapi
berlangsung. Hal ini bisa dilihat di berbagai tempat khususnya di wilayah
pesisir masih banyak ditemukan cangkang – cangkang (shells) kima baik yang menumpuk di rumah penduduk untuk digunakan
sebagi bahan bangunan seperti pondasi, penimbunan lahan kosong dsb, juga banyak
ditemukan berserak di pantai khususnya cangkang yang kecil atau bahkan sebagai
souvenir baik di warung-warung cinderamata di pantai atau di toko – toko khusus
souvenir. Di beberapa wilayah bahkan hingga saat ini masih bisa ditemukan
daging kima segar yang di jual di pasar tradisional. Hewan ini mempunyai harga
yang sangat tinggi diluar negeri. Tingginya permintaan kima ini mengakibatkan
eksploitasi yang berlebih (over
exploitation) dari populasi kima di alam, sehingga populasi tersebut
menurun sangat drastis di seluruh dunia (Ambariyanto, 2007).
Pengambilan
kima banyak dilakukan masyarakat pesisir terutama ketika pasang surut. Semua
ukuran kima baik kecil maupun besar diambil untuk memenuhi permintaan konsumsi
lokal masyarakat. Pemanfaatan yang terus menerus tanpa adanya pembatasan ukuran
tangkap telah mengakibatkan terjadinya penurunan populasi kima di alam (Triandiza
dan Kusnadi, 2013).
Sedangkan
di Indonesia harga kima hidup sulit untuk diketahui karena belum adanya
perdagangan kima hasil budidaya. Namun dibeberapa pasar tradisional. khususnya
di luar Jawa, masih ditemukan beberapa orang yang memperdagangkan daging basah
kima. Pemanfaatan ini masih bersifat tradisional dan belum sepenuhnya komersial,
sehingga harganya pun masih sangat rendah. Sedangkan di harga cangkang kima di
warung-warung cindera mata di pantai – pantai tempat wisata dijual dengan harga
antara Rp 5000 hingga Rp 25 000 tergantung besar kecilnya. Harga ini sangat
murah karena kondisi cangkang kotor dan belum dilakukan perlakuan tertentu
sehingga terlihat mengkilat dan bersih. Sedangkan untuk cangkang yang sudah
bersih dan mengkilat dapat dijumpai di toko sourvenir yang menjualnya hingga
ratusan ribu rupiah perpasangnya. Cangkang kima ini, bersama-sama dengan
cangkang kerang lain, bahkan menjadi komoditas eksport dari beberapa negara
termasuk Philippina
(Ambariyanto, 2007).
Status Konservasi Kerang Kima (Tridacnidae)
Sejak
tahun 1983 CITES (Convention on International
Trade In Endangered Species) mengelompokkan kima sebagai biota laut yang
dilindungi yang ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.12
tahun 1987, kemudian Undang-Undang No. 5 tahun 1990 yang dipertegas lebih
lanjut dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/KPTS_ 11/1991
(Departemen Kehutanan, 1993 dalam Susiana dkk., 2013).
Status keberadaan
kima secara keseluruhan untuk semua jenis, dikategorikan sebagai satwa langka yang
dilindungi undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Konvensi perdagangan internasional untuk
spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah (CITES) memasukkan kelompok
hewan ini dalam daftar hewan yang dilindungi sejak 1983. Saat ini, sebanyak tujuh
spesies kima masuk dalam daftar merah (terancam punah) dari International Union for Conservation and
Natural Resources (IUCN)
(Setiawan, 2013).
Menurut
Ambariyanto (2007) terdapat dua alasan utama terkait dengan pentingnya
pengelolaan populasi kima di alam ini, yakni aspek ekologis dan aspek ekonomis,
yaitu :
Aspek
Ekologis
Aspek
ekologis dinilai penting mengingat bahwa kima merupakan salah satu organisme
laut yang hidup di ekosistem karang. Beberapa spesies kima hidup di substrat
pasir sedangkan beberapa jenis lain hidup menempel pada karang, bahkan beberapa
spesies membenamkan diri dalam karang. Pengambilan kima di alam tidak saja akan
menurunkan jumlah populasi alam, namun juga secara langsung akan merusak
ekosistem karang di sekitarnya. Sebagai contoh, khusus untuk kima yang hidup
menempel atau membenamkan diri pada karang atau yang hidup di sela-sela karang,
maka apabila kima tersebut diambil dapat dipastikan juga akan merusak karang
disekitar tempat dimana kima tersebut hidup, karena untuk mengambil kima harus
membongkar karang tersebut. Sehingga apabila hal tersebut berlangsung secara
terus menerus dibanyak tempat, maka akan semakin banyak karang yang rusak.
Aspek
Ekonomis
Secara ekonomis
kima mempunyai nilai yang sangat tinggi, khususnya di pasaran luar negeri
dimana hewan ini menjadi organisme akuarium yang sangat digemari. Sebagai
contoh, untuk spesies Tridacna maxima yang berukuran 2 inchi dan mempunyai
warna bagus dan menarik dijual seharga US$ 40 / ekor dalam kondisi hidup untuk
dimanfaatkan sebagai hewan hias di akuarium. Kima yang dijual ini adalah hasil
budidaya yang bersertifikat dan bukan berasal dari alam.
Kima (Tridacnidae sp) yang dikenal sebagai kerang
raksasa merupakan salah satu biota laut yang dilindungi menurut undang-undang yang
berlaku di Indonesia. Saat ini populasi kima di alam menurun sangat drastis akibat
berbagai faktor diantaranya perburuan liar, kerusakan habitat, penggunaan potasium
dan bom ikan, dan pengambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam rangka menjaga
populasi kima, diperlukan suatu kegiatan konservasi diantaranya sosialisasi dan
penyuluhan, perlindungan habitat dan pengawasan, restocking dengan pengembangan
kelompok-kelompok budidaya kima dan penegakan kembali kearifan tradisional. Dengan
upaya konservasi tersebut diharapkan populasi kima di alam akan semakin
melimpah (Setiawan, 2013).
Meskipun
usaha konservasi kerang kima telah dilakukan, namun populasi kima di alam terus
mengalami penurunan drastis terutama diakibatkan oleh pengambilan di alam oleh
masyarakat, penyakit dan parasit, dan faktor lingkungan dan faktor antropogenik.
Alasan utama yang mendasari pengambilan kima oleh masyarakat tersebut adalah
nilai ekonomi kerang kima. Daging kerang kima terutama otot aduktornya
digunakan sebagai sumber makanan berprotein tinggi, bahkan oleh masyarakat Asia
daging kima dianggap memiliki khasiat meningkatkan gairah seksual. Cangkang
kima banyak dimanfaatkan industri sebagai bahan baku kerajinan hias dan bahan
bangunan tegel teraso. Kima juga diperdagangkan untuk hewan hias aquarium (Ambriyanto,
2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Ambariyanto. 2007. Pengelolaan Kima di
Indonesia: Menuju Budidaya Berbasis Konservasi. Seminar Nasional Moluska dalam
Penelitian Konservasi dan Ekonomi Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Arifin.,
Z dan Djoko S. 2004. Potensi Sumberdaya Kekerangan dan Prospek Pengembangan di
Maluku. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut. Ambon.
Dody.,
S. 2011. Potensi dan Pemanfaatan
Sumberdaya Kerang dan Siput di Kepulauan Bangka Belitung. Pusat Penelitian
Oseanografi. Jakarta.
Kastoro, W. 1979. Kerang Raksasa. Pewarta
Oseana. V(3): 1-6.
Kordi, K. M. G. H. 2010. Ekosistem Terumbu
Karang: Potensi, Fungsi & Pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Niartiningsih A. 2012. Kima, Biota Laut Langka:
Budidaya dan Konservasinya. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Niartiningsih A., M. Litaay, E. Suryati dan I.
Prasetiawan. 2010. Pemeliharaan Juvenil Kima Sisik (Tridacna Squamosa) dan Lola (Trochus
Niloticus) secara Monokultur dan Polikultur
pada Kedalaman Berbeda di Perairan Pulau Badi, Kabupaten Pangkep. Prosiding
Simposium Musyawarah Nasional Terumbu Karang II.
Niartiningsih A., Yusuf S. dan I. Andriani.
2007. Keragaman dan Hubungan Kekerabatan Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde: Suatu Upaya Konservasi dan
Perbaikan Mutu Benih. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Genetika,
Breeding dan Bioteknologi Perikanan. Inna Kuta Beach Bali.
Padilah, M., A. Pranoto, dan A. Zulfikar. 2015.
Pola Sebaran Kima (Tridacnidae) di
Perairan Teluk Dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Rizkevina, Q. 2014. Keanekaragaman Jenis dan
Distribusi Family Tridacnidae (Kerang
Kima) di Perairan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu. [Skripsi].
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Setiawan, H. 2013. Ancaman Terhadap Populasi
Kima (Tridacnidacna sp.) dan Upaya
Konservasinya di Taman Nasional Taka Bonerate. Info Teknis EBONI. X(2):
137-147.
Susiana, A. Niartiningsih, dan M. A. Amran.
2013. Hubungan Antara Kesesuaian Kualitas Perairan dan Kelimpahan Kima (Tridacnidae) di Kepulauan Spermonde.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Talmage, S. C., and Christopher J. G. 2011.
Effects of Elevated Temperature and Carbon Dioxide on the Growth and Survival
of Larvae and Juveniles of Three Species of Northwest Atlantic Bivalves. Plos
One. VI(10). e26941.
Triandiza, T., dan A. Kusnadi. 2012. Teknik
Pemijahan Buatan dan Pemeliharaan Larva Kima (Tridaena squamosa Lamarck) di Laboratorium. Jurnal Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia. 39(1): 1-11.
Ulfah, M. 2016. Ekologi dan Sistem Reproduksi
Kerang Kima (Tridacnidae). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.